Ada satu poin penting yang menjadi perhatian saya dari tulisan
Taufiq Abdullah dengan judul “Adat and Islam: An Examination of Conflict in
Minangkabau”, yaitu masalah tarekat. Sebagaimana ia catatkan dalam halaman
8, bahwa pusat keagamaan pertama yang
dikenal dalam sejarah Minangkabau adalah
Ulakan, sebuah kota kecil di Pantai Barat, bagian utara Padang, dengan
tokoh utamanya ialah Syekh Burhanuddin yang meninggal pada 1704, dan dikenal
sebagai orang pertama yang menyebarkan Islam ke bagian pedalaman. Syekh
Burhanuddin sendiri merupakan murid dari Abdurrouf Singkel dari Aceh. Ia
mengambil dari gurunya yang terkenal tersebut tarekat Sattariyyah dan
mengajarkannya di tanah Minang. Sehingga dapat dipastikan bahwa institusi
pertama yang memainkan peranan dalam Islamisasi tanah minang adalah tarekat
Sattariyyah. Apa yang saya ingin katakan bahwa untuk memahami bagaimana
hubungan adat dan agama (Islam) di Tanah minang, kita tidak bisa lepas untuk
membahas institusi tarekat-tarekat yang ada di sana. Karena ia menjadi
representasi Islam di abad itu, yakni abad 18 dan seterusnya hingga muncul apa
yang dikenal dengan perang Padri tahun 1821-1837.
Abdurrouf Singkel, guru dari Burhanuddin, merupakan tokoh Islam
melayu yang dalam catatan Azyumardi Azra berada di jajaran para perintis
pembaharuan. Perintis pembaharuan ini muncul sebagai kritik terhadap praktek
sufi yang ada sebelumnya di tanah melayu, yang dianggap heretical dan heterodox
(menyimpang), yang digaungkan oleh Hamzah Fansuri dan Samsuddin. Gerakan Pembaharuan
ini mencirikan dirinya seimbang dalam praktek sufisme dan syariat, dan
membatasi diri pada ajaran-ajaran sufi yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Bahkan kalau kita tarik lebih dalam lagi bahwa Abdurrouf Singkel sendiri
merupakan murid dari Ulama besar yang berada di Hijjaz, yaitu Ibrahim al-Kurani
yang dalam pandangan Azra merupakan tokoh dari Neo Sufisme-Syariat, yaitu
menekankan makna penting dari syariat tanpa perlu mengesampingkan kecintaannya
kepada tasawwuf.
Dari atas jelas bahwa tarekat yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin
berada dalam arus pembaharuan Islam yang terjadi dari Timur Tengah. Syekh
Burhanuddin dengan lembaga pendidikannya sejenis surau, di Ulakan
menarik banyak murid untuk belajar kepadanya. Para murid mengambil keahlian
dalam berbagai cabang disiplin Islam, dan pada gilirannya mendirikan
suarau-suarau mereka sendiri ketika mereka kembali ke desa-desa kelahirannya.
Di antara muridnya adalah Tuanku Nan Tuo. Sebagaimana murid-murid yang lain, Tuanku
Nan Tuo juga kembali ke kampung halamannya dan mendirikan suarau, namun ia tidak
mengikuti paham gurunya yang mengajarkan tarekat Sattariyah, tetapi justru
mengembangkan paham Naqsabandiyah sampai akhir hayatnya. Selain itu, ia
tidakhanya sibuk mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan sufi, tetapi juga
mulai mencurahkan perhatian pada aspek kehidupan sehari-hari menurut Syariat Islam.
Surau inilah yang kemudian menjadi salah satu tempat terpenting dalam
pengembangan ide gerakan pembaruan Islam gelombang pertama di Tanah Minang.
Tuanku Nan Tuo juga berada dalam arus pembaruan itu sendiri.
sekalipun ia berbeda dengan paham gurunya, tetapi dalam proses pembaruannya itu
ia melakukan dengan cara yang damai dan
lebih moderat. Dengan caranya ini ia berhasil dalam waktu singkat karena ia
dapat merangkul para penghulu, baik dari kampungnya sendiri maupun dari kampung
lain di sekitar daerah Ampek Angkek Canduan. Murid dan pengikutnya semakin
banyak bahkan dari utara Agam sepertiAlahan Panjang dan Rao. Salah seorang
muridnya yang terkenal mengikuti metode arus pembaruan Islam yang moderat ini
adalah Syekh Jalaluddin. Ia berhasil menyebarkan gerakan pembaruan di suarau
yang didirikannya di Koto Laweh, sebuah Nagari Pertanian yang terletak di
lereng Gunung Merapi dan daerah yang kaya dengan produksi kopi dan akasia.
Syekh Jalaluddin berusaha membangun komunitas Islam yang menjalankan rukun Islam
dan syariat Islam yang sebaik-baiknya.
Abdullah,
Taufiq. “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau” .Cornel
University, 1966.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan VXII (Akar Pembaruan Islam Indonesia). Jakarta:
Kencana, 2013.
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat.
Yogyakarta: Gading, 2015.
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. terj.
Satrio Wahono dkk. Jakarta: Serambi, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar