Rabu, 21 September 2016

Resume Bab 3 "Sejarah Teori Antropologi" Koentjaraningrat (Teori-Teori sosial Kebudayaan)

Share it Please

     Bab 3 Teori-Teori sosial Kebudayaan
Dalam bab ini koentjaraningrat membahas konsep evolusi sosial dari dari berbagai tokoh. Dimulai dari H. Spencer, yang merupakan ahli filsafat inggris, sampai J. G. Frazer ahli folklor Inggris.
Menurut Koentjaraningrat ada dua karya besar milik Spencer yang berisi tentang konsep evolusi universal, yaitu buku dengan judul Descriptive Sociology yang tebalnya 15 jilid, juga merupakan bahan deskriptip yang mentah, guna memberi landasan dan ilustrasi dari onsep teori tentang azaz-azaz dan evolusi masyarakat dan kebudayaan seluruh umat manusia yang tercantum di bukunya yang kedua (karya pokok Spencer), yang berjudul principles of Sociology, yang tebalnya 3 jilid. Di buku kedunya ini, spencer menjelaskan bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan dalam tiap bangsa di dunia itu telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama. Namun ia tak mengabaikan fakta bahwa secara khusustiap bagian masyarakat atau sub-sub kebudayaan bisa mengalamai proses evolusi melalui tingat-tingat yang berbeda-beda.

Teori evolusi selanjutnya datang dari keluarga J.J. Cachofen. Bachofen menguraikan teorinya dalam bukunya yang berjudul Das Mutterrecht (1861). Menurutnya, di seluruh dunia manusia berkembang  melalui empat tingkat evolusi. Tingkat pertama adalah promiskuitas. Tingkat ini menggambaran dimana manusia hidup serupa sekawananan binatang berkelompok, dan laki-laki serta wanita berhubungan dengan bebas dan melahiran keturunannya tanpa ikatan. Tingkat kedua yaitu matriarchate. Dalam kelompok model ini, ibunyalah yang menjadi kepala keluaraga karena garis keturunan yang diperhitungkan melalui garis keturunan ibu. Tingkat ketiga yaitu patriarchate. Tingkatan ini karena para pria tidak puas dengan keadaan kedua, lalu mengambi calon-calon istri mereka dari kelompok-kelompok lain dan membawa gadis-gadis itu ke kelompok-kelompok mereka sendiri. Dengan demikian keturunan yang dilahirkan tetap tinggal dalam kelompok pria. Kejadian ini meyebabkan timblnya secara lambat aun kelompok-kelompo keluarga dengan ayah sebagai kepala. Tingkatan keempat yaitu ketika perkawinan di luar kelompo, exogami  berubah menjadi endogami karena bebrbadai sebab. Dengan demikian patriarchate lambat laun hilang, dan berubah menjadi susunan kekerabatan yang oleh Bachofen disebut susunan parental.
Teori kebudayaan L.H. Morgan. Menurut Morgan masyarakat dari semua bangsa di dunia sudah atau masih akan menyelesaikan proses evolusinya melelui kedelapan tingkat evolusi sebagai berikut.
1.    Zaman Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api
2.    Zaman Liar Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan senjata busur-panah.
3.    Zaman Liar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busur-panah sampai ia mendapatkan kepandaian membuat barang-barang tembikar
4.    Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia mendapatkan kepandaian membuat barang-barang tembikar, sampai ia mulai beternak atau bercocok tanam.
5.    Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak atau bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaian membuat benda-benda logam.
6.    Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejaka manusia menemukan kepandaian membuat benda-benda logam sampai ia mengenal tulisan.
7.    Zaman Peradaban Purba.
8.    Zaman peradaban Masakini.
Teori Evolusi Religi Edward B. Tylor. Dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture: Researches into the Development of Mythology, Philoshophy, Religion, Language, Art and Custom (1874), Tylor menjelaskan bahwa asal-mula religi berasal dari kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan jiwa itu muncul karena dua hal, (1) perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati, (2) peristiwa mimpi.  Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmaninya. Ketika manusia mati, jiwanya melayang lepas dan merdeka. Jiwa yang telah merdeka terlepas dari jasmaninya inidapat berbuat sekehendaknya sendiri, dan alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka ini, yang disebut Tylor dengan spirit. Sehingga manusia telah mentransformasikan kesadarannya akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada makhluk halus. Makhluk-makhluk halus yang tidak kasat mata ini diyakini manusia menempati tempat-tempat sekelilingnya sehingga muncullah penyembahan dan penghormatan pada obyek-obyek tertentu. Inilah yang disebut Animism.
Animisme inilah yang menjadi tingkat pertama dalam evolusi religi. Pada tingkat kedua, manusia meyakini bahwa geraka alam yang hidup itu juga disebabkan adanya jiwa dibelakang peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala alam itu. Tahap ketika menurut Tylor ialah bersama dengan timbulnya susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia, timbul pula keyakinanbahwa dewa-dewa alam itu juga hidup dalam satu susunan kenegaraan serupa dalam dunia makhluk manusia. Maka terdapat pula susunan pangkat-pangkat dewa. Tahap keempat adalah ketika manusia menyadari bahwa semua dewa itu merupakan penjelmaan dari satu dewa saja, yaitu dewa yang tertinggi. Akibat dari keyakinan itu adalah berkembangnya keyakinan kepada satu tuhan dan timbulnya religi-religi yang bersifat monotheisme. 
Teori J.G. Frazer mengenai Ilmu Gaib dan Religi. Di antara karangan-karangan Frazer yang mengandung uraian tentang asal-mula dan evolusi ilmu gaib dan religi, yaitu Totemism and Exogamy (1910) dan juga The Golden Bough ( 1911-13). Menurutnya manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengaan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi keduanya ada batasnya. Sehingga masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh keduanya ia pecahkan dengan magic, ilmu gaib. Menurutnya magic adalah semua tindakan manusia (atau abstensi dari tindakan) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang adadi dalam alam, serta seluruh komplex-komplex anggapan yang ada di belakangnya. Lambat laun terasa bahwa magic pun tak mampu memecahkan masalah-masalah yang ada, sehingga ia yakin bahwa alam didiamai oleh makhluk-makhluk halus yang lebih berkuasa daripadanya, lalu mulaialah ia mencari hubungan dengan makhluk-makhluk halus itu. Dengan demikian timbullah religi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Blogroll

About